Untuk Mendapatkan Harga Terbaik, Segera Hubungi Kami di (021) 2961 5678                                                                                    
RUPIAH AMBRUK, DOLAR AS ANJLOK

13 September 2022, 09.46 WIB


image

Nilai tukar rupiah terpantau masih belum mampu melawan kurs dolar AS hingga perdagangan hari ini, Selasa (13/9/2022). Hal ini di tengah laju indeks dolar AS yang sudah anjlok selama 4 hari berturut-turut. Para pelaku pasar nampaknya akan menanti rilis data inflasi AS malam ini, sehingga masih belum mampu untuk bergerak menguat.

Mengutip dari data Refinitiv, mata uang Garuda dibuka di posisi Rp14.840/US$, angka ini stagnan jika dibandingkan dengan posisi penutupan awal pekan kemarin. Tidak lama rupiah langsung menyusut ke level Rp14.860/US$ atau melemah 0,13% pukul 09.11 WIB.

Selain itu, pada perdagangan Senin kemarin, indeks Dolar AS kembali mengalami penurunan hingga mencapai 0,62%. Ini menjadi penurunan hari ke 4 perdagangan, dimana indeks yang mengukur penguatan dolar AS jatuh 1,7%.

Pagi ini, indeks dolar AS juga kembali menurun 0,14% menjadi 108,17. Malam ini, data inflasi AS akan dirilis berdasarkan consumer price index (CPI). Dari hasil survei Reuters menunjukan jika inflasi AS berdasarkan consumer price index (CPI) mengalami perlambatan menjadi 8,1% (year-on-year/yoy) untuk bulan Agustus, dibanding bulan sebelumnya yang berada di 8,5% (yoy).

Jika angka inflasi sesuai dengan ekspektasi, maka tingkat inflasi AS akan semakin menjauhi level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun, pada Juni lalu inflasi AS mencapai angka 9,1%.

Rilis tersebut kembali menimbulkan harapan jika bank sentral AS atau The Fed bisa melakukan pelonggaran terhadap suku bunga acuannya serta tidak bersikap agresif.

Gubernur The Fed, Christopher Waller pada Jumat lalu menuturkan, keputusan The Fed seharusnya bergantung pada rilis data, bukan proyeksi ke depannya.

Jika inflasi kembali mengalami kenaikan, kemuangkinan masih akan terus membuat The Fed bersikap agresif dalam menaikan suku bunga. Meski demikian, Waller memberikan sinyal kenaikan suku bunga acuan Fed bulan ini sebesar 75 basis poin.

Akibat isu dari dalam negeri membuat mata uang Garuda sulit untuk bergerak menguat.

Likuiditas valas dalam negeri tengah mengalami tekanan. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan kredit valas yang lebih tinggi dibanding dana pihak ketiga valas. Dari data terakhir OJK, kredit valas mencatat pertumbuhan sebesar 16,82% dan DPK valasnya 5,8%.

Sulitnya pasokan valas dapat menghambat stabilitas laju rupiah. Rupiah berisiko mengalami keterpurukan jika permintaan akan valas mengalami peningkatan menjadi cukup besar.